Konsep Dasar Intelegensi, Islam Punya untuk Generasi Ulul Albab
Allah memberikan sebuah potensi kepada manusia untuk berfikir lewat
akalnya. Allah memberikan manusia amanah menjaga atau merawat bumi ini. Saya
jadi teringat dengan kisah iblis saat Allah memerintahkan sujud kepada manusia,
tetapi iblis abai. Iblis merasa bahwa dia lebih baik dari manusia. Iblis diciptakaan
dari api sedangkan manusia diciptakn dari tanah. Malaikat yang sangat taat
kepada Allah saja sujud kepada manusia, karena itu merupakan perintah Allah.
Malaikat tidak bertanya kenapa mereka harus sujud kepada manusia. Allah ingin
menyatakan bahwa ciptaanKu ini sangatlah hebat dari semua makhluk yang Allah
ciptakan. Ketika Allah menyuruh seorang insan menyebutkan nama benda - benda ia mampu. Terlihatkan bahwa manusia
diciptakan oleh Allah memiliki tingkat intelegensi yang kuat.
Setiap manusia diberikan kelebihan dan kecerdasan masing-masing
oleh Allah. Ada yang diberikan hanya satu kecerdasan atau kelebihan bahkan ada
yang diberikan dua kecerdasan atau lebih lagi. Tetapi jangan menjadikan
kecerdasan atau kelebihan yang dimiliki untuk kepentingan diri sendiri,
sombong, dan menggunakannnya untuk hal yang salah tetapi menggunakan kecerdasan
yang dimiliki untuk kebaikan dan kebenaran.
TAHUKAH
ANDA, MANUSIA TERCERDAS DI DUNIA?
Kenal dengan Albert Einstein ? kenal darimana, belum pernah ketemu.
Tahu dengan Albert Einstein ? Tahu, itukan orang yang terkenal dengan kejeniusannya.
Fisikawan teoretis kelahiran Jerman yang mengembangkan teori relativitas, satu
dari dua pilar utama fisika modern (bersama mekanika kuantum). Dia juga
memiliki IQ diatas 140, Maka tak heran jika Albert Einstein yang dengan
estimasi IQ 160 dianggap manusia paling cerdas di muka bumi ini. Sayangnya,
kejeniusan yang beliau miliki tidak berhasil menemukan bahwa Tuhan telah
memberikan agama sebagai pedoman hidupnya. Ia lebih memilih menjadi seorang
yang agnostic. Dilangsir dari https://id.wikipedia.org/wiki/Albert_Einstein,
Ia tidak memercayai Tuhan personal yang mengurusi nasib dan perilaku
umat manusia, pandangan yang ia anggap naïf.Tetapi, ia mengakui bahwa ia
bukanlah seorang ateis, lebih suka menyebut dirinya seorang agnostik, atau
"orang tidak beragama yang sangat religius." Saat ditanya apakah ia
percaya pada kehidupan setelah kematian, Einstein menjawab, "Tidak. Dan
satu kehidupan sudah cukup bagi saya."
ISLAM
SANGAT PEDULI DENGAN POTENSI AKAL PIKIRAN MANUSIA.
Dalam al- Qur`an banyak sekali ayat-ayat yang mengisyaratkan hal
ini. Berkali-kali Allah SWT menyebutkan perihal akal, orang yang berakal, serta
penggunaan akal pikiran. Misalnya saja kalimat “afala ta’qilun”, “afala
tatadabbarun”, dan sebagainya. Demikian pula di dalam hadis, banyak ditemukan
isyarat pentingnya akal dalam beragama. Bahkan “berakal” merupakan prasyarat
individu untuk bisa memikul tanggungjawab beragama. Orang yang tidak “berakal”
atau tidak bisa menggunakan akal pikiran, tidak menjadi subjek maupun objek
hukum agama. Dalam hadis disebutkan bahwa akal merupakan substansi agama.
,pikiran akal adalah Agama
اَلدِّيْنُ هُوَ الْعَقْلُ , وَمَنْ لاَدِيْنَ لَهُ لاَ عَقْلَ لَهُ
“Barangsiapa
yang tidak ada agamanya, maka tidak ada akal pikirannya”. (HR. An-Nasa`iy)
Hadis ini bisa dimaknai sebagai isyarat untuk mengoptimalkan akal,
baik pertumbuhan, perkembangan maupun penggunaan akal pikiran. Sebagai makhluk
dan hamba Allah, manusia diwajibkan beragama, yakni menjalankan perintah dan
menjauhi larangan agama. Sementara perintah dan larangan agama hanya bisa
dipahami oleh orang yang berakal. Karena itu, untuk menjadi seorang Muslim yang
kaffah, apalagi bisa menjadi khalifatullah fil ardh yang menjalankan
hukum-hukum agama, mestilah seorang yang memiliki akal pikiran yang baik dan
sehat.
Inilah barangkali di antara
alasan sehingga agama menjadi satu bagian dari dharûriyyâtul-khams, yakni lima
kebutuhan penting yang mesti dijaga kaum Muslimin, meliputi penjagaan terhadap
din (agama), jiwa, keturunan, akal, dan harta. Dengan posisi akal yang demikian
tinggi dalam Islam, maka mereka yang menggunakan akal pikiran secara optimal
yang seringkali disebut sebagai pemikir atau kalangan intelektual, mendapat
posisi yang utama pula. Banyak nash al-Qur`an tentang hal ini, yang sering
diistilahkan dengan Ulul Albab, Ulul Abshar, Ulun Nuha, dan sebagainya. Dalam
Hadis terdapat pula banyak penjelasan tentang keutamaan orang yang menggunakan
akal pikiran, berilmu, atau kaum intelektual ini.
THE REAL INTELLIGENT HUMAN
1400 tahun yang lalu bersyukur , alhamdulillah
ternyata Allah telah memberikan seorang utusan di muka bumi ini, yang sangat
cerdas beliaulah nabi sejuta ummat muslim di seluruh dunia yaitu Nabi
Muhammad SAW. Beliau memiliki sifat
Siddiq (benar), Amanah( dapat dipercaya), Tabliq (menyampaikan), Fathanah
(cerdas). Rasulullah pernah menyampaikan bahwasannya orang yang cerdas itu
memikirkan kedepannya ( memikirkan akhiratnya) berfikir panjang sebab akibatnya
di masa kelak.
Rasulullah SAW bersabda:
"Orang yang cerdas adalah yang menekan
nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, sedangkan orang dungu
adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan mengangankan kepada Allah berbagai
angan-angan."
(Hadits diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, nomor
2459)
KECERDASAN INILAH YANG HARUS DITANAMKAN KEPADA
ANAK – ANAK
Anak merupakan aset harta yang
paling berharga. Karunia illahi yang harus dijaga, secara jasmani dan
rohaninya. Seorang anak memiliki tingkat kecerdasan yang sangat luar biasa. Peran
sebagai orang tua mendidiknya dengan penuh kecintaan, kasih sayang. Cinta kepada
Allah, Rasul, dan Al- Qur’an. Mengenal Allah lewat penciptaanNya, menjadikan
anak berfikir tentang benda - benda yang
ada disekitrnya dan tentang eksistensi mengapa dia diciptakan. Hal ini akan
menambah rasa syukur anak kepada Sang Kholiq.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.(Q.S. Ali Imran: 190-191)
Selain itu, menceritakan tentang
siroh nabawi. Kisah – kisah yang sangat mendalam terdapat pesan kesan berarti
untuk melatih kecerdasan emosional. Anak akan mengambil hikmah di setiap cerita
dan apabila ada masalah dalam hidupnya maka dia tidak akan pernah berputus asa
atau mengeluh. Membentuk jiwa anak menjadi lebih bijaksana, empati, simpati,
dermawan, dan masih banyak lagi.
Memberikan Al – Qur’an kepada anak
usia dini, mampu mengoptimalkan kecerdasan spiritualnya. Mendengarkan,
menghafal, dan memahami isi Al-Quran membuat anak akan lebih dekat dengan
Rabbnya. Secara kecerdasan linguistic,
anak akan tahu bagaimana cara berbicara dengan benar. Contohnya dalam Qur’an
surat Al-Isra’ ayat 23 yang artinya “ Jika salah seorang di antara keduanya
atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia“ .
Komentar
Posting Komentar